“Kita
putus !!!” dengan tegas Al mengucapkan kalimat perih itu. Aku pikir, dengan berita bahagia ini, Al memelukku bangga, mungkin saja
mengecup keningku dan mengatakan selamat. Ternyata semua salah,
diterimanya aku di Jadavpur University malah membuat Al kecewa dan
melepasku. Meraih mimpi melanjutkan study di India dengan program
beasiswa adalah kabar menggembirakan untukku, mama dan almarhum
papa. Karena cita-cita sejak kecil adalah, mampu meraih beasiswa di
negeri orang. Tapi hal menyedihkan untuk hubungan dengan Al, kini
aku harus segera melupakannya mungkin untuk selamanya.
Bandara
Soekarno-Hatta sebagai pertemuan terakhir dengan mama, selama dua
tahun kedepan. Waktu yang sangat lama untuk aku rasakan. Selama ini,
aku hidup hanya berdua dengan mama, karena sejak umur 10 tahun, papa
ku sudah pergi dan tak akan bisa kembali lagi. Nyawa hidupku hanyalah
mama. Maka itu aku rela melepas Al, untuk mengejar study dan
membahagiakan mama dalam hidupnya.
Kecupan
terakhir mama untuk dua tahun mendatang, sudah menempel di kedua
pipi. Tatapan yang tajam, memberikan arti hidup, seakan melontarkan
keagungan kasih sayang tulus. Teri medan dan kentang manis tak lupa
mama selipkan di bagian tas terdalam, hal utama menemani nasi di
hari-hari ku. Namun tidak ada jejak atau aroma parfum Al dibandara
Jakarta ini, berharap ada kata terakhir terucap darinya, atau mungkin
Al menitipkan kembali janji putihnya itu. Perlahan melangkah dan
sesekali menengok belakang, ternyata nihil mengharapkan jejak Al,
hanya membuat kecewa dan perih, gak nyangka, pikiran apa yang
tertanam di benaknya untuk berkata seperti itu.
***
Akhirnya
berhasil menginjakan kaki di tanah yang belum aku kenal, melihat
petunjuk-petunjuk bandara seperti huruf kanji. Untung saja, aku
berdiri dengan dua rekan dari universitas lain di Indonesia, yang
sama-sama buta daerah india. Beruntunglah ada Mr.Ray sebagai pemandu
perjalananku. Mr.Ray sengaja diutus kedutaan besar Indonesia yang
terletak di salah satu kota India untuk memandu perjalanan menuju
sebuah rumah, tidak terlalu besar namun nyaman untuk ku singgahi dua
tahun kedepan. Letak strategis dengan food court yang tersedia
disini, hanya saja tulisan yang ada hampir sama seperti rumput.
Kolkata,
sebuah daerah yang aku singgahi sekarang yang akan membawaku meuju
Jadavpur University. Kampus yang akan membina ku dalam prestasi
selama dua tahun kedepan. Kulempar tubuhku ke kasur empuk, merebahkan
kepala dan berbinar, mengingat peristiwa tiga hari lalu tentang Al,
sesekali menengok lingkaran kilau putih di jari manis kiri. Cincin
ini pemberian Al, sewaktu sekolah dulu, dibawah pohon beringin dekat
kantin sekolah, sambil menyerusup es teh caramel, Al melingkarkan
cincin ini sebagai hari jadi tahun ke tiga. Saat itu Al sedang
menunggu pengumuman perguruan tinggi dan aku, masih murid bau kencur
yang lugu. Pertama Al mengucapkan kata cintanya saat kami masih
memakai bawahan biru dan itu sangat lucu. Bersembunyi dibawah tangga
sambil menjulurkan bunga sepatu merah dengan aroma yang perih untuk
dicium, karena terus di semprotkan parfum nyong-nyongnya. Bunga itu
ia dapat ketika lomba lari di Gelanggang Olahraga dan memetiknya. Aku
kira cinta monyet itu akan cepat berakhir, namun ternyata sanggup
bertahan sampai tiga hari lalu.
Tersentak
aku terjatuh dari lamunan, si putih ku berdering. Segera ku tatap
gambar dalam layar dengan sistem touchscreen,
sambil berusaha menghapus air mata yang terbuang. “sudah sampai
belum sayang?” pesan singkat yang dikirim dari mama. Bergegas ku
sambungkan data internet dan menghubungkannya. Beberapa detik
menunggu dan akhirnya aku dapat menatap kembali wajah cinta mama
melalui skype.
Disini aku harus meyakinkan mama, berjuang sendiri meski di negeri
orang. “jangan sampai telat makan dan tinggal solat ya sayang”
pesan mama yang terus menempel di ingatanku.
***
Tak
terasa dua semester sudah, aku menepakkan diri di Kolkata, India.
Beberapa kata yang aku serap disini Indonesia’i
bhojana
misalnya, yang berarti makanan Indonesia. Sesekali aku bertanya untuk
mencari makan, katakanlah Indonesia’i
bhojana dan
svagata
berarti selamat datang. Kalimat itu yang selalu di ucapkan pelayan
toko ketika aku datang.
Sesaat
lagi aku akan menyusun tesis dan kembali ke Indonesia, mungkin saja
Al sudah menjadi dokter di rumah sakit ternama, atau sudah memimpin
salah satu rumah sakit. Selama aku di India, sama sekali tidak ada
uraian kalimatnya yang terkirim di social
media. Mungkin
saja Al benar-benar sudah melupakan ku. Tapi kenapa memory itu belum
bisa hilang, padahal sebulan lalu Mr. Rajh Singh sempat mengatakan
cintanya, salah satu dosen magister yang melatih berdialog dan
bersosial, namun tiba-tiba kalimat mengejutkan menusuk telingaku
“will
you marry me?”
Pria Hindi yang hanya berbeda lima tahun itu malah mengajarkanku
arti kesabaran dan ketulusan dalam hidup. Selalu memberi semangat
tertuju untuk mama, bukan Al. seharusnya pria inilah yang pantas
mendampingi hidup dunia ku. Tapi kenapa nama Al terus menghantuiku.
“Sudahlah,
tidak ada gunanya juga terus memikirkan Al, manusia egois itu. Lebih
baik masak untuk persiapan makan malam” segera aku menuju dapur,
namun yang kutemui adalah rice
box
kosong, tempat telur pun juga kosong Aku lupa membelinya saat pulang
kuliah tadi. Melihat cuaca diluar hujan lebat, aku kurungkan niat
untuk pergi ke mini market. Menu malam ini adalah mie instan.
***
“Can
you help me to finished my thesis?” ku
temui Mr.Rajh di acara perkumpulan mahasiswa dengan alumni, saat itu
aku menduduki meja berhadapan dengan Mr.Rajh, segelas sirup merah
menghantarkan kegembiraan bersama rekan-rekan berbagai Negara, ras
kulit putih sampai kulit hitam pun ikut meramaikan suasana dan disini
aku ditantang untuk bernyanyi dengan diiringi gitar oleh Mr.Rajh.
Lagi-lagi aku mengingat Al, bernyanyi dan menciptakan lagu dengan
gitar sering kami lakukan untuk mengisi kekosongan hari. Apalagi
sewaktu aku lelah, tanpa henti Al menghibur ku dengan genjrengan
gitar yang unik dan sesekali Al mencuri pipi ku untuk di kecupnya.
Aku pun berbalas iseng, hidung Al yang menjulur terlalu panjang
membuat gemas, jangan salahkan ketika aku mencubitnya beberapa kali.
Malam
itu adalah hal yang menggembirakan untuk ku, perkenalan semakin luas.
Bahasa yang terserap bertambah banyak, selain bahasa India, aku juga
mendapati bahasa Italia, yang selalu berakhiran dengan huruf O. Badan
sudah terkapar lelah di peraduan, perlahan mata terpejam dan memasuki
mimpi indah, besok akan ku lalui perjalanan dalam tesis.
Tema
penulisan yang ku pilih adalah bisnis interasional, terperincinya
perdagangan expor dan impor, disambi aku mencari uang lebih untuk
mengirim tiket mama, ketika wisuda haruslah mama menduduki kursi
terdepan. Hal yang harus bisa mama banggakan dari ku.
Saat
sibuk kesana-kesini, meminta dosen untuk acc, sampai lelah gak
terasa. Tiba-tiba gadget
putih kesayanganku kembali berdering. Ada pesan masuk melalui social
media dan
yang kudapati saat ini adalah antara perasaan perih namun senang.
From
: Al
Received
2 minutes ago
Jangan
menyerah dengan keadaan.
hadapi
dengan tulus, jangan perrnah meninggalkan Allah
dalam
ibadah, kesabaran dan amalan baikmu.
Lemas
seketika, saat membaca pesan masuk itu, apa maksud Al mengirimkan
pesan ini? Atau hanya mengecoh kegiatan ku yang semakin padat? Atau
memang benar-benar menyemangatiku? Tapi apakah Al sudah menikah?
Apakah sudah ada bidadari cantik pilihan setianya? Atau saja Al
mengirimkan pesan ini, hanya untuk mengirim undangan pernikahannya.
Sebaiknya tidak aku balas pesan ini. Segera ku abaikan dan
dihapusnya.
***
Akhirnya
mama berhasil menduduki kursi ke dua dalam acara wisuda ku,
mendapatkan ijazah magister dengan index prestasi yang membanggakan
mama. Baju sudah terkemas rapi, rumah sudah bersiap ditinggali, tapi
sengaja aku berdiam di India untuk berbelanja oleh-oleh dengan mama.
List nama sahabat, sepupu dan orang sekitar sudah lengkap dan
sekarang waktunya berbelanja. Kain sari khas India menjadi pilihan
utama mama dengan model muslim.
Seminggu
sudah aku menikmati indahnya India bersama mama, kini saatnya kembali
ke Indonesia. Memasuki dunia persaingan dalam karier dan mencari
pendamping hidup. Keberangkatan pesawat menuju Indonesia pukul 11.50,
jadi sejak pagi kami sudah berada di bandara. Sejak pagi pula Mr.Rajh
singgah dirumahku, hari terakhir aku berjumpa. Dia menitipkan sebuah
hiasan dinding bergambar ganesha. Selama aku di India, Mr.Rajh adalah
sosok seorang ayah dan kakak, mampu melindungi dan menjaga walau
sebenarnya aku pernah menyakitkan hatinya, tapi rasa dendam tidak
pernah ada dalam dirinya.
Perpisahan
terakhir sampai disini, India menemani perjuangan masa depan.
Pertemuan dengan Mr.Rajh juga terhenti di terminal keberangkatan,
mungkinkah kita akan bertemu lagi? Atau ini waktu terakhir ku bersama
pria Hindi ini. Terima kasih Mr.Rajh dengan sepenuh hati mendampingi
hari-hari ku selama dua tahun. Senyum manisnya tulus menghantarkanku.
***
Leganya,
bisa kembali menghirup polusi Jakarta yang padat, menikmati kopaja
yang penumpangnya sampai bergelautan di pintu, gedung-gedung tinggi
dan petunjuk jalan sudah tidak berbentuk rerumputan lagi. Mama
menunjukkan klinik kecil dan beberapa rumah sakit dengan namaku
“Az-zahra medica” andai itu milikku bersama Al.
Sesampainya
dirumah, segera ku rebahkan ke peristirahatan setia. Dengan dinding
bercorak abstrak campuran warna biru, hijau, oranye, kuning dan
violet membuat kenyamanan tersendiri, ditengoknya kotak musik
pemberian Al yang ntah berapa tahun dia titipkan bersama cincin
kilaunya.
Sepuluh
menit aku terhenyap dari lamunanku, si putih kembali berdering. Ku
tengok layar yang biasa ku usap. Nampak pesan yang mengejutkan.
From
: Al
Received
one minutes ago
“Selamat
kembali ke Indonesia, masih bisa kita berteman? Ketemu di tempat
biasa jam 3 sore..kangen !!”
Tanpa
pikir panjang aku balas segera “bisa kok Al”. namun sesaat aku
tersadar, untuk apa aku membalasnya, sia-sia rasanya menumbuhkan rasa
bahagia seperti ini. Sebenarnya aku juga kangen sama Al, sejak saat
itu aku tidak bisa menatapnya lagi. Tapi, atau jangan-jangan Al
datang bersama wanita dengan undangan yang akan diberikan untuk aku,
atau saja Al sudah membawa wanita yang telah dipersuntingnya dan
ingin di pamerkan. Sakit rasanya, membayangkan semua, walau belum
benar kenyataannya.
***
Tanpa
berfikir lagi, segera aku mengajak roda dua pergi menuju tempat
bersejarah sewaktu SMP dan sekarang tempat itu menjadi hal rutin
untuk kami. Ketika aku sampai, ternyata Al sudah duduk sendiri
disalah satu meja sudut dekat dengan hiasan bamboo dan menu seperti
biasa. Tanpa berkata, aku duduk dihadapannya dan bertingkah seperti
orang sibuk.
Dengan
intonasi tertawa, Al seakan meledek “Cincin itu masih kamu pakai,
Ra?” Astaga, malunya aku. Gak sadar cincin pemberian darinya masih
melekat di jari manisku, ku amati jari manisnya Al, sudah hilang
cincin putih itu. Segera aku lepas dan seakan tidak membutuhkannya.
Aku buang persis di bawah kaki ku. Senyuman ringan terlontar darinya
seakan menyepelekan kehadiranku “Buang aja cincinnya Ra, karena aku
sudah punya yang baru” sambil menunjukan kotak kecil merah
dihadapan ku. Kilauan lingkaran kuning bersinar dengan beberapa
diamond
sentak
mengejutkanku “Maafin aku sayang, aku akan menjadi pemimpin di
keluarga kita”
Tuhaaan..Al
melamarku meminta aku menjadi pendamping setianya. Tidak hanya
menjadi dokter sekarang Al sudah menjadi kepala pimpinan rumah sakit.
Bahkan beberapa rumah sakit dan klinik yang aku lihat itu ternyata
punya Al, sengaja memberinya dengan namaku dan ternyata juga selama
aku di India, Al mengejar pendidikannya untuk mendapat gelar
spesialis dan tidak ada wanita lain sebagai interval ku. Hari yang
indah atas diriMu.
#baitdalamcerita
18.08.08
18.08.08
Comments
Post a Comment