Aku
marah pada diriku sendiri, merasakan malu dengan yang terjadi.
Cemburu dan iri sedang bersemayam. Dimasa sekolah, kesombongan
terpatri dalam hati, keangkuhan melekat agung. Saat itu, hanya aku
yang memiliki belahan hati dan pantas untuk dibanggakan. Hanya aku
yang dikagumi teman – teman dan hanya aku yang mampu membuat mereka
iri dengan yang aku miliki. Bersanding dengan seorang berprofesi hebat,
segenap perhatiannya tertuju untuk bidadarinya saat itu, yaitu
aku.
Kini
aku sadar, semua itu tidak akan ada yang abadi. Kesombongan membawaku
lenyap, hilang dan musnah terhempas waktu. Dia telah pergi disaat
perjalanan usia memasuki tahap keseriusan masa depan, dia
meninggalkan ku sendiri dalam kehampaan. Lirih pedih menikam keadaan.
Lelah, sakit, perih sedang singgah menemani. Dinding abu berubah
kelam, lingkar kehidupan sedang menunjukan jati diri nya.
Sedangkan
mereka, wahai temanku, mulai menunjukan cincin emas nya yang
melingkar dan memberikan rona bahagia “Aku akan menikah”.
Terjal nan liku harus ku arungi ramah. Berdiri dengan seponggok
tulang yang masih belum ditemukan..
Wahai
pemilik tulang, tidakkah kamu merasakan kehilangan? Tidakkah kamu
mencari bagian tulangmu yang hilang? Aku disini, masih membawa saat melangkah, menjaganya ikhlas, menyimpan selalu penuh harap.
#baitdalamcerita
22.08.16
Comments
Post a Comment